Kamis, 15 November 2012

HUBUNGAN SAINS DAN ISLAM

KEMAJUAN SAINS DALAM PERADABAN ISLAM
Pelopor sains sebenarnya adalah umat Islam. Adapun kemajuan sains pada peradaban Islam disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : 

1. Universalisme
Dapat dikatakan sebagai fakta bahwa satu-satunya ikatan kebersamaan antara individu muslim adalah ikatan keyakinan dan tujuan hidup bersama. 

2. Toleransi
Pemahaman kata umat tanpa diimbangi semangat toleransi hanya akan membuat ilmuwan muslim terisolasi dan tidak mampu menjadi rahmat bagi sekalian alam

3. Karakter Pasar Internasional
- Luasnya jaringan perdagangan dengan bangsa lain.
- Rihlah ilmiyah (perjalanan untuk mencari ilmu pengetahuan) menjadikan sains-teknologi di dunia Islam maju.

4. Penghargaan  terhadap sains dan saintis :
- Peran penguasa yang dimaksud adalah sikap positif penguasa dalam bentuk penghargaan terhadap sains dan saintis.
- Hal ini antara lain ditandai oleh kebijakan penguasa untuk membangun lembaga ilmu pengetahuan seperti yang dilakukan oleh Al-Makmun dengan berdirinya Baitul al-Hikmah.

5. Keterpaduan antara tujuan dan alat/cara :
- Para saintis muslim mempunyai kesadaran untuk menyeimbangkan antara tujuan dengan cara pencapaiannya.
- Sains dan nilai (etika atau moral) berjalan bersamaan.
    

KEMUNDURAN SAINS DALAM PERADABAN ISLAM
Secara umum, faktor-faktor penyebab kematian sains di dunia Islam dapat dikelompokkan menjadi dua, internal dan eksternal.  Menurut Profesor Sabra (Harvard) dan David King (Frankfurt), kemunduran itu dikarenakan pada masa kemudian kegiatan sainstifik lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis agama.
Hal lain juga menyatakan bahwa oposisi kaum konservatif, krisis ekonomi dan politik, serta keterasingan dan keterpinggiran sebagai tiga faktor utama penyebab kematian sains di dunia Islam. Ini pendapat David Lindberg (1992). Menurutnya, sains dan saintis pada masa itu seringkali ditentang dan disudutkan. Ia menunjuk kasus pembakaran buku-buku sains dan filsafat yang terjadi antara lain di Cordoba. Tak dapat dipungkiri bahwa krisis ekonomi dan kekacauan politik amat berpengaruh terhadap perkembangan sains. Konflik berkepanjangan disertai perang saudara telah mengakibatkan disintegrasi, krisis militer dan hancurnya ekonomi. Padahal, kata Lindberg, a flourishing scientific enterprise requires peace, prosperity, and patronage  mulai absen di dunia Islam menjelang abad ke-13 Masehi. Semua ini diperparah dengan datangnya serangan tentara Salib, pembantaian riconquista di Spanyol, dan invasi Mongol yang meluluh-lantakkan Baghdad pada 1258. Tidak sedikit perpustakaan dan berbagai fasilitas riset dan pendidikan porak-poranda. Ekonomi pun lumpuh dan, sebagai akibatnya, sains berjalan tertatih-tatih.

Faktor ketiga yang ditunjuk Lindberg biasa disebut ‘marginality thesis’. Sains di dunia Islam tidak bisa maju karena konon selalu dipinggirkan atau dianak-tirikan. 
Kesimpulan semacam ini agak problematik. Pertama, karena mencerminkan generalisasi yang tergesa-gesa dan kedua, karena institutionalisasi tidak selalu berdampak positif tetapi bisa juga berakibat sebaliknya.

Selain itu, beberapa faktor internal seperti kelemahan metodologi, kurangnya matematisasi, langkanya imajinasi teoritis, dan jarangnya eksperimentasi, juga dianggap sebagai penyebab stagnasi sains di dunia Islam. Pendapat ini disanggah oleh Toby Huff. Tradisi saintifik Islam, menurut Huff  terbukti cukup kaya dengan berbagai teknik eksperimen dalam bidang astronomi, optik maupun kedokteran. Oleh karena itu Huff lebih cenderung menyalahkan iklim sosial-kultural-politik saat itu yang dianggapnya gagal menumbuhkan semangat universalisme dan otonomi kelembagaan di satu sisi, dan membiarkan partikularisme serta elitisme tumbuh berkembang-biak.

Ada juga yang menghubungkan kemunduran sains dengan sufisme. Memang benar, seiring dengan kemajuan peradaban Islam saat itu, muncul berbagai gerakan moral spiritual yang dipelopori oleh kaum sufi. Popularisasi tasawuf inilah yang bertanggung-jawab melahirkan sufi-sufi palsu (pseudo-sufis) dan menumbuhkan sikap irrasional dikalangan masyarakat. Akibatnya yang berkembang bukan sains, tetapi ilmu sihir, pedukunan dan aneka pseudo-sains seperti astrologi, primbon, dan perjimatan.

Apa yang menyebabkan sains Islam itu mengalami kemunduran. Al-Hasan menyimpul-kan ada tiga sebab yaitu:
1. Faktor ekologis dan alami
Yaitu kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semigersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti Nil,Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini menunjukkan kondisiyang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar.
2.Faktor eksternal
Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam adalah Perang Salib yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. Dengan serangan Mongol makakekhalifahan Abbasiyah berakhir.
3. Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan Barat
Di saat itu kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di daratdalam sudah memudar. Akhirnya pos-pos pedagangan itu dengan mudah dikuasai mereka.  Kuantitas yang rendah inipun tidak dibarengi oleh kualitas yangtinggi. Karena faktor inilah, dunia Islam tidak lagi leading dalam bidang sains seperti abad ke 13 dan 16. Terbukti dengan adanya sainstis-sainstis berwibawa seperti Ibn Haitham, Ibnu Sina, al-Khawarizmi, al-Bairuni, Omar Khayyan, dan lain sebagainya. Terlepas dari kontroversi yangmelingkupi kehidupan mereka. 
  • IHYA’ULUMIDDIN
Menyerukan umat Islam untuk kembali meng’hidup’kan ilmu-ilmu agama
  • SALAH PAHAM
Larangan untuk mempelajari sains, sehingga budaya mempelajari sains ditinggalkan




Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar